Saturday, October 15, 2011


Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut



Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang

dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.





Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun

enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah

dengan suara terbatas memberikan kutbah,"Wahai umatku, kita semua ada

dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka

taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian,Al

Qur'an dan sunnahku.





Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak

orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga

bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata

Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap

sahabatnya satu persatu.







Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun

menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela

nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu

telah datang, saatnya sudah tiba.





"Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala

itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai

menunaikan tugasnya di dunia.Tanda- tanda itu semakin kuat,



tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang

berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.

Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan

menahan detik-detik berlalu. Matahari kian

tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,

Rasulullah sedang terbaring lemah dengan

keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi

alas tidurnya.





Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan

salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi

Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam,"

kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup

pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka

mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu

wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini

aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu,

Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.

Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya

itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan

sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di

dunia.. Dialah malakul maut," kata Rasulullah,



Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang

menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril

tidak ikut sama menyertainya. Kemudian panggilah Jibril yang sebelumnya

sudah bersiap di atas langit dunia menyambut

ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.



"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah

dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu

langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga

terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata

Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya

masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah

berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa

saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.



Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh

Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh

Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril,

betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan

Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk

semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya

Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu

itu."Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata

Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak

tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini

kepadaku, jangan pada umatku."Badan Rasulullah

mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya

bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali

segera mendekatkan telinganya.



"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan

peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di

luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling

berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan

Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai

kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan,

berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran

itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala

Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi.



Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

0 comments: